Kamis, 22 Juli 2010

menunggu di ufuk mahakam: casting

menunggu di ufuk mahakam: casting: "casting djoeragan kopi.. jl.Ir,juanda, SAMARINDA tanggal 24 juli 2010, Sabtu pukul 10.00-18.00 final casting djoeragan kopi.. jl.Ir.juanda,..."

casting

casting
djoeragan kopi..
jl.Ir,juanda, SAMARINDA
tanggal 24 juli 2010, Sabtu pukul 10.00-18.00

final casting
djoeragan kopi..
jl.Ir.juanda,SANARINDA
malam minggu, sabtu 24 juli 2010, pukul 19.00 WITA
Sampai selesai...

Kamis, 15 Juli 2010

FILM MENUNGGU DIUFUK MAHAKAM DIAMBIL DARI KISAH NYATA

Gandeng Sutradara Paksianom, Target 1 Oktober Lounching
2010-07-09 15:40:45

TENGGARONG-Hanya bermodalkan semangat yang tinggi, anak-anak muda Kukar bakal membuat film layar lebar yang mengangkat judul “Menunggu Diufuk Mahakam”. Tak tanggung-tanggung untuk suksesnya pembuatan film ini bekerjasama dengan manajeman pembuat film inde dari Jakarta, Bochlamp, dengan sutradara Paksianom Nyong’Oen yang sudah berpengalaman dan menyutradarai sejumlah film maupun sinetron.
Judul film Menunggu Diufuk Mahakam atau M-Dum, merupakan sebuah film yang diambil dari sebuah kisah nyata, yang dicoba untuk diurakan dalam cerita dalam film tersebut.
“Cerita dalam film ini adalah sebuah cerita nyata, dan kebetulan yang mengalami nya adalah orang Tenggarong juga,” kata Paksianom Nyang Oen yang didampingi Zhuzu Chairul saat jumpa pers belum lama ini.
Dalam film tersebut diceritakan bahwa Aira sebagai pemeran utama wanita yang sudah berusia 25 tahun akan dijodohkan oleh orangtuanya, yang menurut orang tuanya tersebut sosok lelaki itu tepat untuk menjadi suami dari Aira yakni David. Aira sendiri tak mampu untuk menolak kehendak orang tuanya meskipun sebenarnya Aira tak menyukai David.
Dalam proses percintaan mereka, suatu ketika Aira bertemu dengan Aira bertemu Arga seorang Fotografer dari Jakarta, tapi karena Aira telah dijodohkan dengan David, konflik selalu terjadi.
Kekuatan cinta tak bisa dilawan, sekalipun Aira dan Arga sudah berpidah kota antara Kutai dan Jakarta, tepat dihari pernikahan Aira, Aira meminta Arga untuk datang menjemput dan membawanya pergi jauh dari kota Karena di hari pernikahan Aira, Arga tak datang. Aira yang depresi lalu terjun ke Sungai Mahakam dari Jembatan Kartanegara Tenggarong. Aira ternyata berhasil diselamatkan dan akhirnya bisa bersama dengan Arga.
Sinopsis singkat dari cirita film tersebut akan dibuat dalam durasa 60 menit. Bahkan untuk suksesnya pembuatan film manajeman Bochlamp akan melakukan audisi pemeran di 7 kota di Kaltim.”Seluruh kru dan pemain didalam film ini mencapai 200 orang., Insya Allah pada Agustus nanti sudah mulai kami kerjakan,” kata Paksi yang sukses dalam mensutradai film layar lebar Rumah Pondok Indah.
Paksi mengaku kalau modal untuk pembuatan dalam film ini tidaklah terlalu mahal, namun semangat teman-teman muda Kukar yang membuat dirinya yakin Film tersebut nantinya akan meledak dan diterima masyarakat Kaltim dan nasional pada umumnya.”Modal yang disiapkan sekitar Rp500 juta, dengan semangat teman-teman kami yakin film ini akan sukses,” terang Paksi.
Paksi sendiri mengaku, bahwa hampir 100 persen yang terlibat dalam film ini adalah orang Kaltim.“Target penjualan kami adalah 500 ribu keping DVD. Kami yakin ini bisa tercapai,” kata Paksi.
Dengan segala keterbatasan itu, Paksianom masih yakin film ini bisa menjadi film pendongkrak di Kukar, utamanya masalah pariwisata, karena orentasi dalam pembuatan fil ini ingin mengangkat nama Kukar.
“Ada budaya yang diangkat dalam fil tersebut, seperti beberapa bahasa khas Kutai yang mirip melayu.” Ujar Paksi.
Sementara untuk soundtrack film tersebut juga melibatkan band Kaltim. “Kami akan buat 6 soundtrack, rencananya ada 5 band yang direkrut dari Kaltim. ,” kata Paksi.awi

Minggu, 04 Juli 2010

personilx 99 persen warga kaltim krunya gak punya pengalaman

Bikin film layar lebar, jelas sulit. Sisi bisnis, jalan cerita harus menarik sehingga menarik penonton, juga harus ada bintang film yang bisa menjadi daya tarik. Bagaimana kalau membuat film tanpa didasari itu semua? Itulah misi “gila” yang dilakukan anak-anak muda Kukar yang bekerja sama dengan Bochlamp, salahsatu manajemen pembuat film indie dari Jakarta.

Judul filmnya ‘Menunggu di Ufuk Mahakam’. Bergenre cinta, film ini diwanai tiga tokoh utama. Yakni Aira (pemeran utama wanita), Arga (pemeran utama lelaki) dan David (pemeran utama lelaki antagonis). Ceritanya sederhana, Arga dan Aira saling mencintai, tapi karena Aira telah dijodohkan dengan David, konflik pun dimulai.
David pun bisa mempertahankan status tunangan Aira hingga hari pernikahan. Hanya saja Aira yang tak mau memilih untuk terus menunggu Arga. Karena di hari pernikahan Aira, Arga tak datang. Aira yang depresi lalu terjun ke Sungai Mahakam dari Jembatan Kartanegara Tenggarong. berakhir sedih? Tidak, Aira ternyata berhasil diselamatkan dan akhirnya bisa bersanding dengan Arga.

Itulah sinopsis singkat dari cerita tersebut. Cerita film berdurasi 60 menit ini bertema sederhana, bahkan cenderung beredukasi negatif karena ada adegan bunuh diri. Audisi untuk pemeran utamanya pun dilakukan di 7 kota di Kaltim.

Artinya, 99 persen yang terlibat dalam pembuatan film ini adalah orang asli Kaltim. Satu persen yang bukan asli Kaltim hanyalah sutradara, yakni Paksianom Nyang’oen, sutradara muda yang sukses menggarap film Rumah Pondok Indah yang penjualan tiketnya mencapai 4 juta tiket. Bahkan, kru mulai dari cameramen, lighting, dan lainnya, berasal dari anak-anak lulusan SMA 3 Tenggarong yang memang aktif dalam belajar membuat film indie.

Namun, semangat mereka untuk maju sangat tinggi. Mereka mengusung slogan from zero to hero mengejar film selesai pada Agustus nanti.

“Total ada 40 kru, itu belum termasuk para pemain yang semuanya berasal dari Kaltim. Target penjualan kami adalah 500 ribu keping DVD. Kami yakin ini bisa tercapai,” kata Paksianom, sutradara warga negara Indonesia (WNI) yang ‘terpaksa’ lahir di Thailand karena saat melahirkan ibunya ikut ayahnya bertugas menjadi tentara perdamaian Indonesia di sana 1973 silam.

Dengan segala keterbatasan itu, Paksianom masih yakin film ini bisa menjadi film pendongkrak di Kukar.

“Adegan bunuh diri itu bukan berarti kami memberikan ajaran yang keliru. Hanya saja, kami ingin mengambil sisi nyata manusia, yang depresi dan bisa melakukan sesuatu hal di luar kendali. Adegannya pun diambil di Jembatan Tenggarong,” katanya.Ya, 90 persen scene film ini memang diambil di Kukar. Bahkan, ada adegan action dimana Arga dan David berkelahi dari Jembatan Tenggarong, lanjut ke Pasar Tangga Arung dan kembali ke Jembatan Tenggarong.

“Jad nanti aksi itu akan menimbulkan kemacetan,tokohnya nyaris ditabrak mobil dan motor, lalu ke pasar yang membuat kericuhan dan barang berserakan. Secara nyata, itu tak mungkin karena jarak jembatan dan pasar sangat jauh, tapi karena ini film untuk nasional, maka diambli triknya. Yang jelas, ini ada actionnya yang kami buat ramai,” katanya.

Apa budaya Kukar juga diangkat, Paksianom mengangguk. Dia menyebut, budaya sosial Kukar akan diangkat, seperti beberapa bahasa khas Kutai yang mirip melayu.
“Yang jelas, tidak terlalu detail agar orang lain bisa menikmati. Karena budaya Kutai itu sangat detail,” katanya.
Untuk soundtrack-nya, juga digarap oleh band-band lokal Kaltim. Urusan pembuatannya diolah oleh Arief Budi Prabowo, manajer band Cat de Villa, grup band Kaltim yang sudah go nasional.

“Kami akan buat 6 soundtrack, rencananya ada 5 band yang direkrut dari Kaltim. Mereka juga akan dibuatkan RBT (ring back tone, Red.),” katanya.

Ya, tak hanya menjual film, musikalitas dari film ini juga dijadikan dagangan utama. Tapi, sekali lagi ini memang masih misi sulit, bahkan cenderung ‘gila’. Ini bisa terlihat dari besar dana pembuatan yang masih di bawah Rp 500 juta, jumlah yang sangat kecil bagi pembuatan film layar lebar. Apalagi, berbagai pihak di Kukar masih apatis dengan gebrakan anak-anak muda di Kukar ini, sehingga tak ada dukungan moril maupun dana untuk mereka. Pasalnya, dulu sempat dibuat film di Kukar, namun hasilnya gagal total. Padahal saat itu didatangkan bintang film seperti Gary Iskak dan lainnya.

“Kami sempat mendatangi Dinas Pariwisata, tapi oleh portirnya kami langsung disuruh pergi, bahkan tanpa memalingkan muka untuk melihat kami. Yah, biar saja, ini demi Kukar juga. Semoga film ini sukses dan bisa membuat Kukar menjadi daerah tujuan wisata film. Kenapa tidak? Kukar punya potensi wisata,” jelas Paksianom. (chrisna)